dibimbing.id - Jenis-Jenis Testing Software untuk Kualitas Aplikasi Terbaik

Jenis-Jenis Testing Software untuk Kualitas Aplikasi Terbaik

Irhan Hisyam Dwi Nugroho

16 April 2025

69

Image Banner

Jenis-Jenis Testing Software sangat penting untuk dipahami, Warga Bimbingan! MinDi akan menjelaskan bagaimana pengujian perangkat lunak membantu memastikan aplikasi bebas dari bug dan berkualitas tinggi.

Berbagai jenis testing digunakan dalam pengembangan aplikasi, termasuk manual, otomatis, dan continuous testing. Workshop NEXTA 2025 mengungkapkan bahwa otomatisasi pengujian semakin dibutuhkan untuk siklus rilis yang cepat, dengan integrasi AI dan ML untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pengujian.

Di artikel ini, MinDi akan membahas jenis-jenis testing software dan bagaimana setiap jenis berperan dalam meningkatkan kualitas aplikasi. Yuk, simak!

Baca juga : Panduan Memilih Bootcamp Quality Assurance Terbaik 2025


Apa Itu Testing Software?


Testing software adalah proses yang digunakan untuk memastikan kualitas perangkat lunak dengan mengidentifikasi dan memperbaiki bug atau masalah lainnya. 

Proses ini melibatkan pengujian berbagai aspek dari aplikasi, mulai dari fungsionalitas hingga kinerja dan keamanannya. 

Tujuan utama dari testing software adalah untuk memastikan bahwa aplikasi berjalan dengan lancar dan sesuai dengan harapan pengguna. 

Dengan melakukan pengujian yang tepat, pengembang dapat meminimalkan risiko kesalahan yang dapat memengaruhi pengalaman pengguna dan kinerja aplikasi.

Baca juga : Software Quality Assurance Adalah: Arti, Tujuan, dan Proses


Jenis-Jenis Testing Software


Sumber: Canva

Warga Bimbingan, MinDi akan menjelaskan berbagai jenis testing yang berkontribusi pada kualitas aplikasi. Yuk, simak pengujian-pengujian yang wajib kamu tahu!


1. Accessibility Testing


Accessibility testing memastikan bahwa aplikasi dapat digunakan oleh semua orang, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik atau kognitif. 

Pengujian ini mengevaluasi fitur-fitur aksesibilitas seperti pembaca layar dan navigasi dengan keyboard. Tujuannya adalah memastikan aplikasi dapat diakses dengan mudah oleh semua pengguna.


2. Acceptance Testing


Acceptance testing dilakukan untuk memastikan aplikasi memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna atau klien. 

Pengujian ini dilakukan setelah aplikasi selesai dibangun dan siap untuk digunakan. Tujuan utamanya adalah untuk memverifikasi apakah aplikasi siap diterima oleh pengguna akhir.


3. Black Box Testing


Black box testing menguji fungsionalitas aplikasi tanpa mengetahui struktur internalnya. Penguji hanya berfokus pada input dan output, tidak pada kode program. 

Metode ini berguna untuk memastikan aplikasi berfungsi dengan baik dari sudut pandang pengguna.


4. End to End Testing


End to end testing memastikan bahwa aplikasi berfungsi dengan baik dari awal hingga akhir, mulai dari interaksi pengguna hingga penyelesaian proses. 

Pengujian ini memeriksa seluruh alur aplikasi untuk memastikan bahwa semuanya berjalan lancar dan tanpa hambatan. Ini penting untuk verifikasi integrasi sistem secara menyeluruh.

Baca juga : Apa Itu QA Tester? Jenis, Skill, dan Cara Memulai Karier


5. Functional Testing


Functional testing mengevaluasi apakah aplikasi berfungsi sesuai dengan fungsionalitas yang telah ditentukan. 

Pengujian ini memastikan bahwa setiap fitur dalam aplikasi bekerja seperti yang diinginkan. Pengujian ini sangat berguna untuk memastikan bahwa aplikasi memenuhi persyaratan fungsional.


6. Interactive Testing


Interactive testing berfokus pada pengujian antarmuka pengguna dan interaksi antara aplikasi dan penggunanya. 

Pengujian ini melibatkan interaksi langsung dengan aplikasi untuk mengevaluasi respons dan pengalaman pengguna. Tujuannya adalah memastikan aplikasi mudah digunakan dan responsif terhadap input pengguna.


7. Integration Testing


Integration testing dilakukan untuk memeriksa interaksi antara berbagai modul atau komponen dalam aplikasi. 

Pengujian ini memastikan bahwa setiap bagian aplikasi dapat bekerja bersama dengan baik tanpa masalah. Ini penting untuk mengidentifikasi masalah yang mungkin terjadi saat bagian-bagian aplikasi digabungkan.


8. Load Testing


Load testing mengukur kinerja aplikasi di bawah kondisi penggunaan yang tinggi atau beban yang berat. 

Pengujian ini dilakukan untuk memastikan aplikasi dapat menangani jumlah pengguna yang banyak tanpa menurunkan kinerja. Tujuannya adalah untuk memverifikasi skalabilitas dan kestabilan aplikasi.


9. Non-Functional Testing


Non-functional testing mengevaluasi aspek non-fungsional aplikasi seperti kecepatan, kestabilan, dan keamanan. 

Pengujian ini memeriksa bagaimana aplikasi berperforma di luar fungsionalitas utama. Ini penting untuk memastikan kualitas aplikasi secara keseluruhan.


10. Performance Testing


Performance testing mengukur seberapa baik aplikasi bekerja di bawah berbagai kondisi. Ini termasuk kecepatan, respons waktu, dan penggunaan sumber daya. 

Pengujian ini dilakukan untuk memastikan aplikasi dapat menangani permintaan pengguna dengan cepat dan efisien.


11. Regression Testing


Regression testing dilakukan untuk memastikan bahwa pembaruan atau perubahan pada aplikasi tidak merusak fitur yang sudah ada. 

Pengujian ini memverifikasi bahwa perubahan tidak mempengaruhi fungsi aplikasi yang telah berjalan dengan baik sebelumnya. Ini penting untuk menjaga kestabilan aplikasi setelah pembaruan.


12. Sanity Testing


Sanity testing adalah pengujian dasar yang dilakukan untuk memverifikasi bahwa aplikasi dapat berjalan dengan baik setelah perubahan atau pembaruan kecil. 

Pengujian ini tidak mendalam, tetapi cukup untuk memastikan aplikasi tidak mengalami kerusakan besar. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan aplikasi dapat diuji lebih lanjut.


13. Security Testing


Security testing mengevaluasi tingkat keamanan aplikasi dengan mencari kerentanannya terhadap ancaman eksternal. 

Pengujian ini memastikan bahwa data pengguna dan informasi sensitif lainnya terlindungi dengan baik. Ini penting untuk menghindari potensi peretasan atau kebocoran data.


14. Single User Performance Testing


Single user performance testing mengukur kinerja aplikasi saat hanya satu pengguna yang mengaksesnya. 

Pengujian ini mengidentifikasi bagaimana aplikasi bekerja di bawah penggunaan normal dan memastikan respons yang cepat. Ini membantu dalam mengidentifikasi masalah kinerja saat aplikasi digunakan secara individual.


15. Smoke Testing


Smoke testing adalah pengujian dasar untuk memastikan aplikasi berfungsi dengan baik secara keseluruhan setelah perubahan kecil diterapkan. 

Pengujian ini dilakukan sebelum pengujian lebih mendalam untuk memastikan aplikasi tidak mengalami kerusakan besar. Jika aplikasi gagal pada tahap ini, pengujian lebih lanjut akan dihentikan.


16. Stress Testing


Stress testing dilakukan untuk menguji batasan aplikasi dengan memberikan beban yang jauh lebih besar dari kapasitas normal. 

Pengujian ini bertujuan untuk melihat bagaimana aplikasi merespons di bawah tekanan tinggi. Ini juga membantu mengidentifikasi titik kegagalan dan memastikan aplikasi tetap stabil.


17. Unit Testing


Unit testing menguji setiap unit atau komponen terkecil dalam aplikasi secara terpisah. Pengujian ini memastikan bahwa bagian-bagian kecil dari aplikasi bekerja dengan benar sebelum digabungkan menjadi sistem yang lebih besar. Unit testing penting untuk mendeteksi masalah sejak dini.


18. White-Box Testing


White-box testing melibatkan pengujian aplikasi dengan mengetahui struktur internal kode dan logika aplikasi. 

Penguji menguji jalur kode, struktur data, dan algoritma untuk memastikan semuanya berjalan sesuai yang diharapkan. Pengujian ini penting untuk mendeteksi masalah dalam kode yang tidak dapat terlihat oleh pengguna.

Baca juga : Software Testing Automation: Manfaat, Cara Kerja, & Tools


Manual vs Automated vs Continuous Testing


Sumber: Canva

Manual Testing melibatkan pengujian aplikasi yang dilakukan langsung oleh penguji, tanpa bantuan alat otomatis. Metode ini memungkinkan penguji untuk menangkap bug yang mungkin terlewat oleh skrip otomatis, namun membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak.

Berbeda dengan itu, automation testing memanfaatkan alat untuk menjalankan tes secara otomatis. Pengujian ini jauh lebih cepat, efisien, dan ideal untuk pengujian berulang, meskipun memerlukan investasi awal untuk penulisan skrip dan pemeliharaan.

Sementara itu, continuous testing diterapkan sepanjang siklus pengembangan perangkat lunak. Pendekatan ini memastikan aplikasi terus diuji secara otomatis, memungkinkan tim mendeteksi dan memperbaiki bug lebih cepat, meningkatkan efisiensi dalam pengembangan.

Baca juga : Sertifikat QA: Jenis, Manfaat, dan Cara Mendapatkannya


Yuk, Ikuti Bootcamp Quality Assurance!


Setelah mempelajari berbagai jenis testing software, saatnya kamu memperdalam keterampilan Quality Assurance

Di Bootcamp Quality Assurance di dibimbing.id, kamu akan belajar langsung dari mentor berpengalaman tentang teknik pengujian manual, otomatis, dan continuous testing, serta mempersiapkan dirimu untuk karier di dunia QA.

Dengan lebih dari 840+ hiring partner dan tingkat keberhasilan alumni 95%, peluang kariermu semakin terbuka lebar!

Jadi, tunggu apa lagi? Daftar sekarang di sini dan mulai perjalananmu menjadi seorang profesional Quality Assurance! #BimbingSampeJadi!


Referensi


  1. The different types of software testing [Buka]
  2. 5 Different Types of Software Testing You Need to Know [Buka]

Share

Author Image

Irhan Hisyam Dwi Nugroho

Irhan Hisyam Dwi Nugroho is an SEO Specialist and Content Writer with 4 years of experience in optimizing websites and writing relevant content for various brands and industries. Currently, I also work as a Content Writer at Dibimbing.id and actively share content about technology, SEO, and digital marketing through various platforms.

Hi!👋
Kalau kamu butuh bantuan,
hubungi kami via WhatsApp ya!