dibimbing.id - 10 Contoh KPI Quality Assurance untuk Ukur Performa QA

10 Contoh KPI Quality Assurance untuk Ukur Performa QA

Irhan Hisyam Dwi Nugroho

14 April 2025

446

Image Banner

KPI Quality Assurance adalah alat penting buat ngukur kinerja tim QA secara objektif, Warga Bimbingan! Berdasarkan laporan The 2025 State of Testing™ dari PractiTest, 46% tim QA telah menggantikan lebih dari 50% proses testing manual mereka dengan automation. 

Sementara hanya 14% tim yang belum mengalami pengurangan testing manual—angka ini turun drastis dari 26% di 2023. Nah, MinDi udah siapin 10 contoh KPI yang sering dipakai biar kamu nggak bingung lagi.

Masing-masing KPI punya fungsi sendiri, mulai dari cek seberapa luas cakupan pengujian sampai kepuasan pengguna. Tenang, penjelasannya simpel dan cocok buat kamu yang baru mulai atau udah di dunia QA.

Yuk, simak sampai habis ya! Biar kamu makin paham dan siap terapin KPI ini ke tim QA kamu sekarang juga!

Baca juga : Panduan Memilih Bootcamp Quality Assurance Terbaik 2025


Apa Itu KPI Quality Assurance?


KPI Quality Assurance adalah indikator terukur yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja tim pengujian (QA) dalam proses pengembangan perangkat lunak. 

KPI ini membantu tim QA memahami seberapa efektif, efisien, dan konsisten mereka dalam menemukan bug, menjalankan tes, serta menjaga kualitas produk. 

Dengan menggunakan KPI, perusahaan bisa memantau hasil kerja QA secara objektif dan membuat keputusan berbasis data untuk perbaikan proses. 

Pemilihan KPI yang tepat akan sangat menentukan seberapa baik kualitas software bisa dipastikan sebelum dirilis ke pengguna.

Baca juga : Software Quality Assurance Adalah: Arti, Tujuan, dan Proses


10 Contoh KPI Quality Assurance 


Sumber: Canva

Dalam dunia QA, ada banyak metrik yang bisa digunakan—tapi MinDi bakal bantu kamu mulai dari yang paling umum dan berdampak. Berikut 5 contoh KPI QA yang wajib kamu tahu dan gunakan di tim kamu:


1. Test Coverage


Test Coverage mengukur seberapa besar bagian dari kode atau sistem yang telah diuji oleh serangkaian test case. Semakin tinggi persentasenya, semakin kecil kemungkinan bug tersembunyi lolos ke produksi. 

Ini membantu QA mengetahui area mana yang masih kurang pengujian dan perlu ditambahkan skenario tes. 

Test coverage yang baik menunjukkan bahwa pengujian dilakukan secara menyeluruh dan tidak melewatkan komponen penting.

Tools yang bisa digunakan:

  1. SonarQube
  2. JaCoCo (untuk Java)
  3. Istanbul (untuk JavaScript)


2. Test Automation Coverage


KPI ini mengukur persentase pengujian yang dilakukan secara otomatis dibandingkan dengan pengujian manual. 

Dengan automation, tim QA bisa meningkatkan kecepatan dan konsistensi pengujian, serta mengurangi human error. 

Nilai coverage yang tinggi menunjukkan bahwa tim telah mengandalkan automation untuk regression test dan pengujian berulang. Ini juga berkaitan langsung dengan efisiensi tim secara keseluruhan.

Tools yang bisa digunakan:

  1. Selenium
  2. Cypress
  3. TestComplete


3. Defect Density


Defect Density mengukur jumlah bug yang ditemukan dalam sejumlah unit kode, seperti per 1.000 baris kode (KLOC). 

KPI ini digunakan untuk menilai kualitas kode dan seberapa banyak potensi masalah dalam satu modul aplikasi. 

Nilai yang tinggi menunjukkan kemungkinan besar ada proses development yang kurang optimal. Dengan metrik ini, QA bisa membantu tim dev memperbaiki area yang paling rentan.

Tools yang bisa digunakan:

  1. SonarQube
  2. Bugzilla
  3. JIRA (dengan plugin bug tracking)


4. Test Efficiency


Test Efficiency mengukur rasio antara jumlah defect yang ditemukan dan total effort pengujian (waktu, sumber daya, dan jumlah test case). 

Semakin tinggi angkanya, semakin efisien tim QA dalam mendeteksi bug. KPI ini penting untuk melihat apakah pengujian dilakukan secara tepat sasaran atau membuang banyak waktu untuk hasil yang minim. Efisiensi yang buruk bisa jadi sinyal untuk evaluasi strategi testing.

Tools yang bisa digunakan:

  1. TestRail
  2. Zephyr
  3. PractiTest


5. Test Effectiveness


KPI ini menunjukkan seberapa efektif test case dalam menemukan defect yang benar-benar terjadi. Artinya, apakah pengujian yang dilakukan memang tepat sasaran dan berdampak pada kualitas produk. 

Jika banyak bug yang lolos ke produksi, test effectiveness perlu ditingkatkan. Dengan mengukur metrik ini, tim QA bisa mengidentifikasi test case yang kurang relevan dan memperbaiki test suite.

Tools yang bisa digunakan:

  1. QTest
  2. TestLink
  3. SpiraTest

Baca juga : Software Testing Automation: Manfaat, Cara Kerja, & Tools


6. Defect Discovery Rate


Defect Discovery Rate mengukur seberapa cepat tim QA menemukan bug dalam fase pengujian. Semakin cepat bug ditemukan, semakin awal perbaikannya bisa dilakukan tanpa mengganggu proses berikutnya. 

KPI ini penting untuk melihat responsivitas dan keaktifan tim QA dalam menemukan masalah. Metrik ini juga bisa digunakan untuk memantau performa tim di setiap fase sprint atau release.

Tools yang bisa digunakan:

  1. JIRA
  2. Bugzilla
  3. YouTrack


7. Time Metrics (Time to Test & Time to Fix)


KPI ini mengukur durasi waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengujian dan memperbaiki bug. 

Time to Test menunjukkan efisiensi proses QA dalam mengeksekusi test case, sementara Time to Fix fokus pada durasi antara ditemukannya bug dan perbaikannya. 

Waktu yang terlalu lama bisa menjadi indikator hambatan dalam kolaborasi antara QA dan developer. Ini penting untuk mengevaluasi kecepatan pengiriman produk yang stabil.

Tools yang bisa digunakan:

  1. JIRA (Cycle Time Reports)
  2. TestRail
  3. Zephyr Scale


8. Escaped Defects


Escaped Defects mengacu pada bug yang lolos dari tahap QA dan baru ditemukan setelah produk dirilis ke pengguna. 

KPI ini sangat krusial karena berkaitan langsung dengan kepercayaan pelanggan dan kualitas akhir produk. 

Angka yang tinggi menunjukkan perlunya peningkatan dalam test coverage dan efektivitas pengujian. QA dan product owner bisa menggunakan metrik ini untuk mengevaluasi area pengujian yang masih lemah.

Tools yang bisa digunakan:

  1. Customer Support Logs
  2. JIRA (dengan label “production bug”)
  3. Post-release feedback tools


9. Customer Satisfaction Score (CSAT)


CSAT mengukur tingkat kepuasan pengguna terhadap kualitas produk setelah dirilis. KPI ini biasanya diukur dengan survei sederhana setelah interaksi pelanggan, seperti update aplikasi atau rilis fitur baru. 

Nilai CSAT yang tinggi menunjukkan bahwa pengujian berhasil memastikan produk berkualitas dan minim masalah. Ini juga menjadi indikator langsung dari dampak pekerjaan QA terhadap pengalaman pengguna.

Tools yang bisa digunakan:

  1. SurveyMonkey
  2. Typeform
  3. Zendesk


10. Defect per Software Change


KPI ini mengukur berapa banyak bug yang muncul setiap kali ada perubahan pada kode, baik itu penambahan fitur atau perbaikan. 

Tujuannya untuk melihat seberapa stabil perubahan yang dilakukan oleh tim developer. Jika setiap perubahan menyebabkan banyak bug, maka perlu ditinjau proses review dan pengujiannya. Metrik ini sangat berguna dalam proyek yang menggunakan pendekatan Agile atau CI/CD.

Tools yang bisa digunakan:

  1. GitHub (dengan integrasi CI)
  2. Jenkins + JIRA
  3. SonarQube

Baca juga : Sertifikat QA: Jenis, Manfaat, dan Cara Mendapatkannya


3 Tips Menentukan KPI Quality Assurance


Sumber: Canva

Setelah tahu contoh-contoh KPI QA yang sering digunakan, sekarang MinDi mau kasih kamu beberapa tips biar penerapannya makin efektif dan gak asal pakai metrik aja. Yuk, kita bahas bareng!


1.Sesuaikan dengan Tujuan Proyek dan Tim


Jangan asal ambil KPI hanya karena populer—pilihlah metrik yang benar-benar relevan dengan proses dan target tim QA kamu. 

Misalnya, kalau fokus tim kamu adalah mempercepat rilis, maka metrik seperti Time to Test dan Automation Coverage jadi lebih penting. Pastikan KPI yang kamu tetapkan mendukung tujuan bisnis dan pengembangan produk.


2. Gunakan Data yang Bisa Diukur dan Diakses


Pilih KPI yang punya sumber data jelas dan bisa dikumpulkan secara konsisten, baik lewat tools otomatis maupun pelaporan manual. 

Hindari metrik yang subjektif atau sulit dilacak karena itu bisa menyesatkan analisis. Dengan data yang akurat, kamu bisa mengevaluasi performa secara objektif dan membuat perbaikan yang tepat.


3. Evaluasi dan Update Secara Berkala


KPI bukan metrik yang ditetapkan sekali lalu dibiarkan selamanya. Kondisi proyek bisa berubah, begitu juga fokus dan kebutuhan tim QA—jadi penting untuk meninjau ulang KPI secara berkala. Evaluasi ini bisa membantu kamu menyesuaikan strategi QA dengan lebih adaptif dan tepat sasaran.

Baca juga : Apa Itu QA Tester? Jenis, Skill, dan Cara Memulai Karier


Sudah Siap Tingkatkan Skill QA Kamu?


Setelah memahami 10 contoh KPI Quality Assurance untuk ukur performa QA, sekarang saatnya kamu mengembangkan kemampuan QA secara lebih terarah dan profesional.

Ikuti Bootcamp Quality Assurance di Dibimbing.id dan pelajari cara menyusun proses pengujian, memahami berbagai metrik penting, hingga menguasai tools QA yang digunakan di industri. 

Kamu akan belajar langsung dari mentor berpengalaman dengan kurikulum praktis yang dirancang sesuai kebutuhan perusahaan.

Dengan lebih dari 840+ hiring partner dan tingkat keberhasilan alumni mencapai 95%, peluangmu untuk berkarier di bidang Quality Assurance semakin terbuka lebar. 

Daftar sekarang di sini dan mulai perjalananmu sebagai Quality Assurance Engineer andal. #BimbingSampeJadi


Referensi


  1. 10 Key KPIs Driving Continuous Improvement in QA Teams [Buka]

Share

Author Image

Irhan Hisyam Dwi Nugroho

Irhan Hisyam Dwi Nugroho is an SEO Specialist and Content Writer with 4 years of experience in optimizing websites and writing relevant content for various brands and industries. Currently, I also work as a Content Writer at Dibimbing.id and actively share content about technology, SEO, and digital marketing through various platforms.

Hi!👋
Kalau kamu butuh bantuan,
hubungi kami via WhatsApp ya!