dibimbing.id - Pretexting Adalah: Arti, Tujuan, Contoh, Kasus, dan Cara

Pretexting Adalah: Arti, Tujuan, Contoh, Kasus, dan Cara

Irhan Hisyam Dwi Nugroho

17 March 2025

390

Image Banner

Pretexting adalah metode rekayasa sosial di mana pelaku berpura-pura jadi pihak terpercaya untuk mencuri data sensitif. Warga Bimbingan, MinDi kasih tahu nih, serangan ini sering terjadi di perbankan, perusahaan, hingga media sosial.

Pelaku memanfaatkan telepon palsu atau email phishing untuk menipu korban agar memberikan informasi pribadi. Jika tidak waspada, data penting bisa jatuh ke tangan yang salah.

Biar nggak ketipu, yuk bahas tujuan, contoh kasus, dan cara mencegah pretexting bareng MinDi!


Apa Itu Pretexting?


Pretexting adalah salah satu bentuk serangan rekayasa sosial di mana pelaku menciptakan skenario palsu untuk menipu korban agar memberikan informasi sensitif. 

Metode ini sering digunakan dalam dunia siber untuk mencuri data pribadi, informasi keuangan, atau akses ke sistem tertentu. 

Pelaku biasanya berpura-pura menjadi pihak berwenang, seperti petugas bank, pegawai IT, atau bahkan rekan kerja, agar korban merasa percaya dan tanpa sadar memberikan data penting. 

Karena semakin banyak kasus yang terjadi, pemahaman tentang pretexting sangat penting untuk menghindari jebakan siber yang bisa merugikan.

Baca juga : Panduan Memilih Bootcamp Cyber Security yang Tepat


Tujuan Pretexting 


Sumber: Canva

Tahukah kalian bahwa pretexting sering digunakan untuk berbagai tujuan yang bisa merugikan korban? MinDi bakal kasih tahu beberapa alasan utama kenapa para pelaku melakukan serangan ini. Yuk, simak biar makin waspada!


1. Mencuri Informasi Pribadi


Pelaku pretexting sering kali menargetkan informasi pribadi seperti nomor KTP, alamat, atau data keluarga. 

Mereka bisa berpura-pura menjadi petugas bank atau layanan pelanggan untuk mendapatkan informasi ini. Jika berhasil, data tersebut bisa digunakan untuk pencurian identitas atau kejahatan lainnya.


2. Mengakses Akun Keuangan


Pretexting juga sering dilakukan untuk mencuri kredensial akun bank atau kartu kredit. Pelaku bisa berpura-pura sebagai petugas bank yang meminta verifikasi data atau kode OTP. 

Jika korban terjebak, mereka bisa kehilangan akses ke rekeningnya atau bahkan menjadi korban penipuan finansial.


3. Mendapatkan Akses ke Sistem Perusahaan


Para penipu sering menargetkan perusahaan dengan berpura-pura menjadi pegawai IT atau vendor eksternal. 

Mereka akan meminta login karyawan atau akses sistem dengan alasan perbaikan atau pembaruan. Dengan akses ini, mereka bisa mencuri data perusahaan, menginstal malware, atau bahkan melakukan sabotase sistem.


4. Menyebarkan Malware dan Phishing


Pelaku bisa menggunakan pretexting untuk meyakinkan korban agar mengklik tautan berbahaya atau mengunduh file yang berisi malware

Mereka mungkin berpura-pura sebagai tim keamanan IT yang meminta instalasi perangkat lunak tertentu. Begitu korban terjebak, perangkat mereka bisa terinfeksi dan data sensitif dapat dicuri.


5. Melancarkan Serangan Berantai


Pretexting juga sering digunakan sebagai langkah awal dalam serangan siber yang lebih besar. Dengan mendapatkan informasi dari satu orang, pelaku bisa menggunakannya untuk menyerang target lain dalam jaringan yang lebih luas. 

Inilah kenapa penting bagi Warga Bimbingan untuk selalu skeptis terhadap permintaan informasi yang mencurigakan!

Baca juga : Cyber Security Engineer: Arti, Tugas, Skill, dan Gaji


Contoh Pretexting dalam Kehidupan Nyata


Sumber: Canva

Warga Bimbingan, pretexting adalah salah satu bentuk serangan siber yang sering digunakan untuk menipu korban dengan cara berpura-pura menjadi pihak terpercaya. 

MinDi bakal kasih beberapa contoh nyata biar kalian lebih sadar betapa bahayanya pretexting ini. Yuk, simak!


1. Penipuan Panggilan dari “Bank”


Pelaku mengaku sebagai petugas bank dan menghubungi korban untuk “memverifikasi” akun mereka. 

Mereka meminta nomor kartu, kode OTP, atau detail lain dengan dalih ada aktivitas mencurigakan di rekening. Jika korban percaya dan memberikan informasi, pelaku bisa langsung mengakses rekening dan melakukan transaksi ilegal.


2. Email Palsu dari HRD Perusahaan


Seorang karyawan menerima email yang tampak seperti dari HRD perusahaan, meminta login ke portal internal untuk pembaruan data. 

Email ini sebenarnya dikirim oleh penipu yang ingin mencuri kredensial akun karyawan tersebut. Begitu login diberikan, pelaku bisa mengakses sistem perusahaan dan mencuri informasi sensitif.


3. Petugas Pajak Palsu


Korban menerima panggilan dari seseorang yang mengaku sebagai petugas pajak dan mengklaim ada tunggakan yang harus segera dibayar. 

Pelaku memberikan rekening pembayaran yang sebenarnya milik mereka sendiri. Banyak orang yang panik dan langsung mentransfer uang tanpa mengecek lebih lanjut ke instansi resmi.


4. Hadiah Undian Palsu


Korban menerima SMS atau email yang mengklaim bahwa mereka memenangkan hadiah besar, seperti mobil atau uang tunai. 

Untuk mengklaim hadiah, mereka diminta memberikan informasi pribadi atau membayar “biaya administrasi.” Setelah informasi diberikan atau uang dikirim, pelaku menghilang dan hadiah tak pernah ada.

Baca juga : Vulnerability Assessment Adalah: Jenis, Manfaat, dan Contoh


Kasus Pretexting yang Pernah Terjadi


Sumber: Canva

Warga Bimbingan, pretexting bukan cuma ancaman kecil, tapi sudah banyak kasus besar yang bikin heboh! MinDi bakal kasih beberapa contoh nyata biar kalian lebih sadar betapa bahayanya teknik manipulasi ini. Yuk, simak!


1. Kasus Pretexting Hewlett-Packard (HP) – 2006


Pada tahun 2006, HP terlibat dalam skandal besar setelah diketahui bahwa beberapa eksekutifnya menggunakan pretexting untuk menyelidiki kebocoran informasi internal. 

Mereka menyewa penyelidik swasta yang berpura-pura menjadi jurnalis dan anggota dewan untuk mendapatkan catatan panggilan telepon mereka. 

Skandal ini mengakibatkan tuntutan hukum dan mengharuskan CEO HP saat itu mengundurkan diri karena pelanggaran etika.


2. Penipuan Rekening Bank di Inggris – 2018


Seorang penipu di Inggris berhasil mencuri ribuan poundsterling dari beberapa nasabah bank dengan berpura-pura sebagai petugas layanan pelanggan. 

Ia menghubungi korban dan mengaku bahwa ada aktivitas mencurigakan di rekening mereka. Setelah meyakinkan korban, ia meminta mereka untuk mengungkapkan kode OTP dan kata sandi perbankan, yang langsung digunakan untuk menguras rekening.


3. Kasus LinkedIn dan FBI – 2022


Pada tahun 2022, seorang hacker menggunakan pretexting untuk menargetkan pegawai teknologi tinggi dengan berpura-pura sebagai perekrut di LinkedIn. 

Dengan iming-iming pekerjaan bergaji tinggi, ia meminta korban untuk mengunduh file “tes coding,” yang sebenarnya berisi malware. 

FBI kemudian mengungkap bahwa serangan ini dilakukan oleh kelompok kejahatan siber yang berafiliasi dengan negara tertentu untuk mencuri data perusahaan teknologi besar.

Baca juga : Spyware Adalah: Jenis, Cara Kerja, Dampak, dan Pencegahan


Cara Mencegah Pretexting


Sumber: Canva

Pretexting adalah salah satu teknik manipulasi yang sering digunakan untuk mencuri data pribadi. Jangan sampai jadi korban! Yuk, MinDi kasih tahu cara melindungi diri dari serangan ini.


1. Selalu Verifikasi Identitas Pihak yang Menghubungi


Jangan langsung percaya pada panggilan telepon, email, atau pesan dari pihak yang mengaku sebagai bank, perusahaan, atau instansi resmi. 

Pastikan untuk menghubungi langsung nomor atau kontak resmi yang tertera di website resmi mereka. 

Jika ada yang meminta informasi sensitif, selalu tanyakan alasan dan cek ulang kebenarannya sebelum memberikan data apa pun.


2. Jangan Mudah Memberikan Informasi Pribadi


Penipu dalam pretexting sering meminta data pribadi dengan alasan yang tampak masuk akal, seperti verifikasi akun atau keamanan transaksi. 

Jangan pernah memberikan nomor kartu kredit, OTP, atau kata sandi melalui telepon atau email. Ingat, institusi resmi tidak akan pernah meminta informasi sensitif secara langsung tanpa prosedur keamanan yang jelas.


3. Gunakan Keamanan Berlapis pada Akun Digital


Mengaktifkan autentikasi dua faktor (2FA) bisa menjadi tameng tambahan untuk mencegah akun kita diretas akibat serangan pretexting. 

Selain itu, pastikan untuk menggunakan kata sandi yang kuat dan unik untuk setiap akun. Dengan begitu, meskipun data kita bocor di satu platform, akun lainnya tetap aman.


4. Tingkatkan Kesadaran dan Edukasi Keamanan Siber


Banyak korban pretexting terjebak karena kurangnya pengetahuan tentang modus kejahatan siber ini. 

Warga Bimbingan bisa mengikuti webinar, membaca artikel edukasi, atau bahkan ikut Program Bootcamp Cyber Security untuk memahami lebih dalam cara melindungi diri dari berbagai serangan siber. 

Dengan semakin banyak orang yang sadar akan ancaman ini, semakin kecil peluang para pelaku untuk sukses dalam aksinya.

Baca juga : TLS Adalah: Pengertian, Fungsi, Cara Kerja, dan Perbedaannya


Jangan Jadi Korban Pretexting! Saatnya Kuasai Cyber Security


Pretexting adalah salah satu teknik rekayasa sosial yang sering digunakan oleh pelaku kejahatan siber untuk mencuri informasi sensitif. Jangan sampai data pribadimu jatuh ke tangan yang salah!

Yuk, pelajari cara mengidentifikasi dan mencegah serangan siber dengan Program Bootcamp Cyber Security di Dibimbing.id! Kamu akan mendapatkan akses ke 40+ live class interaktif, akses gratis ke Virtual Lab, serta bimbingan mentor profesional yang siap membantu. 

Tak hanya itu, tersedia penyaluran kerja ke 840+ hiring partners, 338+ mentor berkualitas, dan kesempatan networking dengan 65.000+ digital learners.

Dengan jaminan kualitas pengajaran dan akses materi seumur hidup, bootcamp ini siap membekali kamu dengan keterampilan terbaik untuk membangun karier di bidang keamanan siber. 

Daftar sekarang di sini dan jadilah bagian dari talenta keamanan digital masa depan! #BimbingSampeJadi


Referensi


  1. What Is Pretexting? Definition, Examples and Attacks [Buka]

Share

Author Image

Irhan Hisyam Dwi Nugroho

Irhan Hisyam Dwi Nugroho is an SEO Specialist and Content Writer with 4 years of experience in optimizing websites and writing relevant content for various brands and industries. Currently, I also work as a Content Writer at Dibimbing.id and actively share content about technology, SEO, and digital marketing through various platforms.

Hi!👋
Kalau kamu butuh bantuan,
hubungi kami via WhatsApp ya!