dibimbing.id - 10 Frontend Framework Terbaik untuk Developer Update 2024

10 Frontend Framework Terbaik untuk Developer Update 2024

Irhan Hisyam Dwi Nugroho

•

02 November 2023

•

3239

Image Banner

Warga Bimbingan, pernah nggak sih ngerasa bingung mau pilih framework yang mana buat ngembangin front-end website? Jangan-jangan kamu sampai garuk-garuk kepala sambil mikir, ‘Framework apa nih yang cocok buat proyek gue?’. Tenang, MinDi di sini bakal bantu kamu ngelewatin fase galau itu!

Frontend development itu udah kayak nge-mix kopi ala barista. Kamu punya banyak pilihan bahan, tapi kalau salah pilih, hasilnya nggak bakal sesuai ekspektasi. Framework frontend tuh sama, ada banyak banget yang bisa dipilih, tapi nggak semuanya cocok buat kebutuhanmu. 

Nah, MinDi bakal ajak kamu kenalan sama 10 framework frontend terbaik dan kapan harus (atau nggak harus) pakai mereka . Jadi, yuk siapin mental buat kenalan sama ‘pasangan ideal’ kamu dalam dunia frontend development!


Apa Itu Frontend Framework?

Warga Bimbingan, tahu nggak sih, frontend framework itu ibarat fondasi bangunan website yang bikin segalanya jadi kokoh dan terstruktur? Frontend framework adalah tools yang dipakai developer buat bikin User Interface (UI) yang ciamik dan responsif.

Bayangin frontend framework ini sebagai blueprint yang udah nyiapin semua komponen yang kamu butuhin. Jadi, kamu nggak perlu mulai dari nol. Misalnya, kalau kamu mau bikin navbar, modalnya udah ada, tinggal eksekusi aja. 

Framework ini juga bikin kode lebih teratur dan gampang di-maintain, jadi nggak berantakan kayak lemari baju setelah gagal pilih outfit buat ngedate. MinDi mau kasih tahu, pakai frontend framework itu nggak cuma soal bikin tampilan website keren, tapi juga efisiensi waktu dan tenaga. 

Framework ini memungkinkan kamu untuk fokus ke hal-hal yang lebih penting (kayak ngopi sambil ngoding). Jadi, yuk kita cek framework-framework terbaik yang bisa bikin pekerjaanmu lebih ringan.

Baca juga: 12 Bahasa Pemrograman Front End Teratas & Terpopuler 2024


10 Frontend Framework Populer dan Terbaik

Sumber: Pexels.com

Warga Bimbingan, pasti penasaran dong, framework apa aja sih yang paling populer dan recommended buat ngebangun website atau aplikasi web kamu? 

MinDi kasih bocoran nih, Dilansir simform.com, terdapat 10 frontend framework yang nggak cuma populer, tapi juga diakui kece banget buat bikin user experience yang ciamik. Yuk kita intip framework apa aja yang bisa jadi senjata andalanmu!


1. React

React adalah salah satu framework JavaScript paling populer yang dikembangkan oleh Facebook. Buat yang belum tahu, React sering banget dipakai buat bikin aplikasi dengan tampilan interaktif yang dinamis. 

Selain itu, React punya konsep komponen yang bisa dipakai ulang. Jadi, kamu nggak perlu capek bikin elemen yang sama berulang kali. Cukup buat sekali, dan pakai di mana saja dalam aplikasi. Hal ini bikin pengembangan lebih efisien, dan kode lebih mudah dikelola.

Kelebihan:

  1. Reusable components, bikin pengembangan jadi lebih cepat dan rapi.
  2. Virtual DOM bikin perubahan data lebih cepat tanpa nge-refresh seluruh halaman.
  3. Komunitas besar, banyak resource dan plugin yang siap pakai.

Kekurangan:

  1. JSX (JavaScript + XML) bisa membingungkan buat yang baru belajar.
  2. Steep learning curve, terutama kalau baru pertama kali terjun ke dunia frontend framework.

Kapan Menggunakan:

  1. Ketika kamu butuh aplikasi interaktif dengan data yang sering berubah, seperti aplikasi media sosial atau e-commerce.
  2. Kalau kamu mengerjakan proyek dengan tim besar yang butuh kode terstruktur dan mudah di-maintain.

Kapan Tidak Menggunakan:

  1. Jika proyekmu sederhana dan tidak terlalu dinamis, React bisa jadi terlalu kompleks dan berlebihan.

Baca juga: Apa itu ReactJS? Arti, Manfaat, Fitur, Proses & Keunggulannya


2. Angular

Angular adalah framework JavaScript buatan Google yang terkenal dengan pendekatan 'batteries included' alias semuanya sudah siap pakai.

Nggak perlu repot-repot cari library tambahan karena Angular udah nyediain semuanya, mulai dari templating sampai dependency injection.

Kelebihan:

  1. Framework all-in-one, jadi nggak perlu banyak library tambahan.
  2. Cocok buat aplikasi skala besar dengan struktur kode yang terorganisir.
  3. Two-way data binding bikin sinkronisasi data jadi lebih cepat dan efisien.

Kekurangan:

  1. Ukuran file yang besar dibanding framework lain.
  2. Curam banget learning curve-nya, terutama buat pemula.

Kapan Menggunakan:

  1. Kalau kamu ngerjain proyek enterprise atau aplikasi skala besar yang butuh struktur kode yang solid dan komprehensif.
  2. Ketika aplikasi butuh banyak fitur out-of-the-box seperti form validation, routing, dan HTTP requests.

Kapan Tidak Menggunakan:

  1. Untuk proyek kecil atau yang lebih sederhana, Angular bisa terasa over-engineered dan memberatkan.


3. Vue.js

Kalau kamu mencari framework yang sederhana tapi powerful, Vue.js adalah pilihan terbaik. Framework ini dikenal sangat fleksibel dan mudah dipelajari, bahkan buat pemula sekalipun. 

Vue.js menggabungkan fitur terbaik dari Angular dan React, menjadikannya framework yang efisien tanpa learning curve yang tinggi.

Kelebihan:

  1. Mudah dipelajari, bahkan buat pemula di dunia frontend.
  2. Dokumentasi yang sangat jelas dan komprehensif, bikin belajar lebih cepat.
  3. Komponen yang bisa digunakan kembali, mirip dengan React.

Kekurangan:

  1. Komunitasnya lebih kecil dibanding React atau Angular.
  2. Belum se-matang Angular untuk aplikasi enterprise skala besar.

Kapan Menggunakan:

  1. Ketika kamu butuh framework yang cepat dan mudah buat aplikasi kecil hingga menengah.
  2. Jika kamu pemula di dunia frontend dan mau belajar framework modern tanpa perlu bingung.

Kapan Tidak Menggunakan:

  1. Jika proyekmu aplikasi enterprise atau skala besar, Vue.js mungkin belum mampu bersaing dengan Angular.


4. jQuery

Sekarang, mari kita kenalan sama jQuery, si framework legend yang udah ada sejak lama. Meski banyak framework baru bermunculan, jQuery tetap punya tempat di hati para developer. Kenapa? Karena jQuery sangat ringan dan mudah digunakan untuk tugas-tugas kecil seperti manipulasi DOM atau event handling.

Kelebihan:

  1. Mudah dipelajari dan digunakan, bahkan buat pemula.
  2. Cross-browser compatibility, jadi nggak perlu takut kode kamu nggak jalan di browser tertentu.
  3. Cepat dan ringan, cocok buat tugas-tugas kecil.

Kekurangan:

  1. Bukan pilihan terbaik untuk aplikasi modern yang kompleks.
  2. Banyak fungsinya sudah digantikan oleh framework modern yang lebih powerful.

Kapan Menggunakan:

  1. Kalau kamu butuh fitur interaktif kecil seperti animasi, dropdown, atau modal tanpa framework besar.
  2. Cocok buat proyek yang butuh solusi cepat dan nggak terlalu kompleks.

Kapan Tidak Menggunakan:

  1. Untuk aplikasi yang besar dan kompleks, jQuery tidak cukup powerful dan fleksibel dibanding framework modern lainnya.

Baca juga: Apa Itu Query? Ini Definisi, Cara Kerja, dan Jenis-Jenisnya


5. Ember.js

Warga Bimbingan, kalau kamu suka dengan framework yang sudah ‘diarahkan’ dengan best practice, Ember.js bisa jadi pilihan. Ember terkenal dengan sifatnya yang opiniated, alias framework ini punya aturan main yang jelas. Semua sudah diatur dan disiapkan, jadi kamu tinggal ikut alur yang sudah disediakan.

Framework ini kuat untuk aplikasi skala besar dan memberikan pendekatan ‘convention over configuration’, jadi kamu nggak perlu banyak ngatur. Ember sering dipakai buat aplikasi yang kompleks dengan banyak user, seperti aplikasi SaaS atau platform komunitas.

Kelebihan:

  1. Convention over configuration, jadi waktu setup lebih cepat.
  2. Cocok untuk aplikasi kompleks dengan banyak fitur.
  3. Ember CLI memudahkan pengembangan dan deployment.

Kekurangan:

  1. Agak kaku karena sudah punya aturan yang baku.
  2. Learning curve yang tinggi untuk developer pemula.

Kapan Menggunakan:

  1. Cocok buat aplikasi besar dengan banyak fitur dan user, seperti aplikasi enterprise atau SaaS.
  2. Ketika kamu butuh framework dengan struktur dan best practice yang sudah ditentukan.

Kapan Tidak Menggunakan:

  1. Untuk proyek kecil atau jika kamu butuh fleksibilitas tinggi, Ember bisa terlalu kaku dan overkill.


6. Backbone.js

Backbone.js adalah framework yang ringan dan fleksibel, cocok buat proyek yang butuh struktur tapi nggak terlalu kompleks. Backbone memberi kamu model, view, dan collection, yang bisa diatur sesuai kebutuhan proyek. Framework ini memungkinkan kamu untuk menentukan sendiri bagaimana arsitektur aplikasimu.

Backbone ini populer karena ringan dan mudah digunakan. Buat kamu yang butuh framework sederhana tapi tetap kuat buat aplikasi kecil sampai menengah, Backbone bisa jadi solusi.

Kelebihan:

  1. Sangat ringan dan cepat, cocok buat aplikasi sederhana.
  2. Fleksibel, kamu bisa menentukan arsitektur aplikasi sendiri.
  3. Mudah dipelajari dan diterapkan.

Kekurangan:

  1. Butuh library tambahan untuk fitur-fitur modern.
  2. Kurang mendukung aplikasi yang sangat kompleks.

Kapan Menggunakan:

  1. Ketika kamu butuh framework yang ringan untuk aplikasi kecil atau menengah dengan struktur yang sederhana.
  2. Jika kamu butuh fleksibilitas untuk menentukan sendiri arsitektur aplikasi.

Kapan Tidak Menggunakan:

  1. Untuk aplikasi besar dan kompleks, Backbone kurang memadai dibanding framework yang lebih modern.


7. Semantic-UI

Kalau kamu pengen tampil keren dengan design yang sudah siap pakai, Semantic-UI bisa jadi jagoan kamu. Framework ini fokus pada membuat website yang cantik dengan komponen UI yang siap digunakan, mirip dengan Bootstrap, tapi dengan gaya yang lebih modern dan interaktif.

Semantic-UI memudahkan developer untuk bikin antarmuka yang konsisten dan estetis tanpa perlu mikirin banyak detail CSS. Sangat cocok buat kamu yang butuh tampilan keren dengan waktu yang cepat.

Kelebihan:

  1. Komponen UI yang indah dan siap pakai, mempercepat proses desain.
  2. Mudah dipelajari, terutama buat developer yang nggak mau ribet dengan styling manual.
  3. Dokumentasi lengkap dan komunitas yang suportif.

Kekurangan:

  1. Tidak terlalu fleksibel kalau kamu ingin kostumisasi mendalam.
  2. Lebih fokus pada tampilan daripada fungsionalitas backend.

Kapan Menggunakan:

  1. Cocok buat aplikasi atau website yang fokus pada estetika dan butuh tampilan UI yang elegan tanpa banyak coding.
  2. Kalau kamu butuh membangun prototype atau MVP yang cepat.

Kapan Tidak Menggunakan:

  1. Jika kamu butuh aplikasi dengan banyak fungsionalitas backend, Semantic-UI mungkin kurang mendukung.

Baca juga: Apa itu MVP (Minimum Viable Project) & Contohnya


8 Foundation

Foundation adalah framework frontend yang serupa dengan Bootstrap, tapi menawarkan lebih banyak fleksibilitas dalam hal desain dan layout. Foundation sering dipilih oleh developer yang menginginkan kontrol penuh atas tampilan website mereka tanpa mengorbankan struktur dan fungsionalitas.

Framework ini sering dipakai buat proyek yang memerlukan tampilan yang clean dan profesional, serta dukungan terhadap berbagai perangkat dengan desain yang responsif.

Kelebihan:

  1. Sangat fleksibel, memberikan kebebasan lebih dalam mendesain layout.
  2. Responsif secara default, mendukung berbagai perangkat.
  3. Komponen UI yang lengkap dan mudah digunakan.

Kekurangan:

  1. Learning curve lebih tinggi dibanding framework UI lainnya seperti Bootstrap.
  2. Bisa terasa terlalu kompleks untuk proyek yang lebih kecil.

Kapan Menggunakan:

  1. Cocok buat proyek skala besar atau profesional yang butuh fleksibilitas tinggi dalam desain.
  2. Ketika kamu ingin kontrol penuh terhadap desain UI tanpa mengorbankan fungsionalitas.

Kapan Tidak Menggunakan:

  1. Untuk proyek kecil atau jika kamu hanya butuh hasil cepat, Foundation bisa terasa terlalu rumit.


9. Svelte

Svelte adalah pendatang baru di dunia frontend framework, tapi jangan remehkan kekuatannya. Svelte berbeda dari framework seperti React atau Vue, karena dia nggak butuh virtual DOM. Framework ini langsung mengubah komponen ke dalam kode JavaScript yang sangat efisien di waktu build.

Svelte ini bisa jadi pilihan buat kamu yang ingin aplikasi yang cepat tanpa overhead runtime yang besar. Hasilnya? Aplikasi yang lebih ringan dan lebih cepat!

Kelebihan:

  1. Tidak butuh virtual DOM, membuat aplikasi jadi lebih ringan dan cepat.
  2. Sederhana dan mudah dipelajari, terutama untuk yang baru belajar frontend.
  3. Menghasilkan aplikasi dengan performa tinggi karena kode di-compile di waktu build.

Kekurangan:

  1. Komunitasnya masih lebih kecil dibanding React atau Vue.
  2. Masih baru, jadi ekosistem dan dokumentasinya belum selengkap framework lainnya.

Kapan Menggunakan:

  1. Cocok untuk aplikasi kecil hingga menengah yang butuh performa tinggi dengan overhead minimal.
  2. Kalau kamu ingin belajar framework baru yang lebih ringan dan cepat dibanding React atau Vue.

Kapan Tidak Menggunakan:

  1. Untuk proyek besar atau enterprise, Svelte mungkin belum punya ekosistem yang cukup matang.


10. Preact

Preact adalah versi ringan dari React, dengan ukuran file yang jauh lebih kecil tapi dengan fungsionalitas yang hampir sama. Kalau kamu suka dengan React tapi nggak mau beban berat dari ukurannya, Preact bisa jadi pilihan terbaik.

Preact memberikan performa yang sangat baik dengan footprint yang sangat kecil, menjadikannya pilihan tepat untuk proyek yang butuh efisiensi tanpa mengorbankan fungsionalitas.

Kelebihan:

  1. Ukuran sangat kecil (3KB), cocok buat aplikasi yang butuh efisiensi.
  2. Hampir kompatibel 100% dengan React, jadi transisi mudah jika kamu sudah terbiasa dengan React.
  3. Performa tinggi dengan overhead minimal.

Kekurangan:

  1. Tidak punya beberapa fitur bawaan React, seperti prop-types atau context API.
  2. Ekosistem lebih kecil dibanding React.

Kapan Menggunakan:

  1. Cocok untuk aplikasi kecil hingga menengah yang butuh performa tinggi dengan footprint kecil.
  2. Jika kamu sudah terbiasa dengan React, tapi ingin solusi yang lebih ringan.

Kapan Tidak Menggunakan:

  1. Untuk aplikasi besar yang butuh fitur lengkap dari React, Preact mungkin kurang memadai.


Mulai Karier Sebagai Front End Developer Bareng dibimbing.id!

Warga Bimbingan, setelah kenalan dengan 10 frontend framework terbaik, kamu pasti makin semangat kan buat jadi Front End Developer handal? Nah, kalau kamu bingung harus mulai dari mana, atau pengen belajar lebih dalam tentang pengembangan frontend, MinDi punya rekomendasi buat kamu!

Yuk, ikuti Bootcamp Front End Developer di dibimbing.id. Di sini, kamu bakal belajar dari dasar sampai mahir dengan mentor-mentor yang sudah berpengalaman di industri. Nggak cuma teori, kamu juga bakal praktek langsung dan bangun portofolio yang kece buat modal kariermu.

Masih pemula dan belum pernah coding sama sekali? No worries! Bootcamp ini dirancang buat kamu yang baru mulai, dengan kurikulum terlengkap dan beginner-friendly. Plus, ada gratis pengulangan kelas kalau kamu merasa perlu ngulang materi. Seru banget, kan?

Eits, nggak cuma belajar aja. Sebanyak 95% alumni Bootcamp dibimbing.id sudah berhasil mendapatkan kerja, dan dibimbing.id punya job connect ke 700+ hiring partner! Jadi, kamu nggak perlu khawatir soal masa depan kariermu.

Tunggu apa lagi? Yuk, segera konsultasi GRATIS di sini, dan MinDi siap #BimbingSampeJadi front end developer impianmu!

Referensi:

  1. Best Frontend Frameworks for Web Development [Buka]

Share

Author Image

Irhan Hisyam Dwi Nugroho

Irhan Hisyam Dwi Nugroho is an SEO Specialist and Content Writer with 4 years of experience in optimizing websites and writing relevant content for various brands and industries. Currently, I also work as a Content Writer at Dibimbing.id and actively share content about technology, SEO, and digital marketing through various platforms.

Hi!👋

Kalau kamu butuh bantuan,

hubungi kami via WhatsApp ya!