Apa Itu Grouping dalam UI/UX Design? Ketahui Semua Di Sini!
Hudita A. R. Lubis
•
22 June 2023
•
6017
Pengalaman pengguna yang baik adalah salah satu faktor kunci dalam kesuksesan sebuah produk digital. Salah satu prinsip desain yang dapat membantu menciptakan pengalaman pengguna yang intuitif dan mudah dipahami adalah teknik grouping atau pengelompokan.
Dalam UI/UX Design, grouping melibatkan pengelompokan elemen-elemen yang memiliki hubungan atau fungsi yang serupa untuk menciptakan tampilan yang teratur dan mudah dinavigasi. Dengan menggunakan teknik grouping, kamu bisa menciptakan hirarki yang jelas dan tampilan yang teratur.
Apa Itu Grouping?
Dalam desain UI/UX, grouping adalah suatu pengelompokan atau penggabungan elemen-elemen yang memiliki hubungan atau kesamaan dalam satu area atau kategori tertentu. Grouping memang diperuntukkan mempermudah pemahaman pengguna tentang hubungan antara elemen-elemen tersebut dan meningkatkan pengalaman pengguna secara keseluruhan.
Pada tingkat tampilan yang lebih mikro, grouping dapat mengacu pada penggabungan elemen-elemen seperti tombol, input teks, atau ikon dalam satu area yang jelas dan terlihat terkait. Misalnya, dalam sebuah formulir pendaftaran, semua input teks yang diperlukan untuk informasi pribadi dapat dikelompokkan dalam satu bagian atau kotak yang terpisah dari bagian input teks untuk alamat atau informasi lainnya.
Pada tingkat tampilan yang lebih makro, grouping juga dapat merujuk pada pengelompokan konten atau fitur yang terkait dalam navigasi atau tata letak keseluruhan. Misalnya, dalam sebuah aplikasi e-commerce, produk-produk yang terkait dapat dikelompokkan berdasarkan kategori atau jenisnya, seperti pakaian, sepatu, atau aksesoris. Pengguna dapat dengan mudah menavigasi ke kategori yang diinginkan untuk menemukan produk yang mereka cari.
Apa Tujuan Grouping dalam Desain UI/UX?
Salah satu tujuan utama dari grouping adalah untuk menciptakan tampilan yang terstruktur, rapi, dan intuitif. Dengan pengelompokan yang baik, pengguna bakal lebih mudah menemukan informasi yang mereka butuhkan, melakukan tugas-tugas dengan lancar, dan menjelajahi antarmuka dengan nyaman.
Selain itu, tujuan lain dari grouping adalah untuk meningkatkan pemahaman pengguna. Dengan mengelompokkan elemen-elemen yang mirip atau terkait dalam satu area, pengguna bisa melihat pola dan hubungan antara elemen tersebut dengan lebih jelas.
Pengguna jadi bisa dengan cepat memahami hierarki informasi, menemukan kelompok-kelompok yang serupa, dan mengidentifikasi fungsi dan tujuan masing-masing elemen. Hal ini membuat pengalaman pengguna lebih efisien dan mengurangi kebingungan saat berinteraksi dengan antarmuka.
Mengapa Grouping Penting?
Buat siapapun yang udah sering pake aplikasi atau website, pasti ngerti betapa pentingnya pengelompokan (grouping) dalam desain UI/UX. Apa aja tuh peran pentingnya?
Grouping mempermudah pemahaman, karena dengan mengelompokkan elemen yang memiliki hubungan atau fungsi yang sama, pengguna dapat dengan cepat mengidentifikasi pola dan memahami cara kerja antarmuka pengguna. Ini membantu mengurangi kebingungan dan mempercepat pembelajaran pengguna terhadap produk.
Grouping juga penting untuk memperbaiki navigasi karena memungkinkan pengguna untuk menemukan dan menavigasi bagian-bagian penting dalam antarmuka dengan mudah. Dengan mengelompokkan elemen-elemen seperti menu, tombol aksi, atau link terkait, pengguna dapat dengan cepat melihat dan mencari fungsi yang mereka butuhkan.
Selain itu, Grouping penting untuk meningkatkan efisiensi yang memudahkan pengguna dapat melihat dan mengakses elemen-elemen terkait dengan lebih efisien. Hal ini mengurangi waktu dan usaha yang diperlukan untuk menemukan dan berinteraksi dengan elemen yang relevan.
Baca juga: Fungsi, Tujuan, dan 5 Fase Metode Design Thinking
4 Teknik Grouping dalam Desain UI/UX
Ada beberapa teknik yang bisa Sobat MinDi gunakan untuk melakukan grouping dalam desain UI/UX. Berikut Ini 4 teknik grouping:
1. Visual Proximity
Menempatkan elemen yang terkait secara fisik lebih dekat satu sama lain. Ini membantu mengindikasikan hubungan dan memudahkan pengguna dalam mengaitkan elemen-elemen tersebut. Misalnya, dalam sebuah formulir, label dan input field yang terkait dikelompokkan secara visual dengan meletakkan mereka berdekatan.
2. Visual Similarity
Menggunakan elemen visual yang serupa, seperti warna, bentuk, atau gaya, untuk mengindikasikan hubungan antara elemen-elemen tersebut. Ini memudahkan pengguna dalam mengenali elemen yang memiliki fungsi yang serupa. Misalnya, mengelompokkan tombol aksi dengan warna yang sama atau ikon yang serupa dapat dikelompokkan secara visual.
3. Semantic Grouping
Mengelompokkan elemen berdasarkan makna atau konteks yang terkait. Misalnya, menggabungkan elemen-elemen yang berkaitan dengan fitur atau tugas yang sama dalam satu bagian atau panel. Misalnya, dalam sebuah aplikasi e-commerce, elemen-elemen terkait dengan produk, seperti gambar, deskripsi, dan tombol beli, dapat dikelompokkan secara semantik untuk membentuk sebuah kartu produk.
4. Sequential Grouping
Mengelompokkan elemen berdasarkan urutan atau alur logis. Ini membantu pengguna dalam mengikuti alur dan memahami langkah-langkah yang harus diambil. Misalnya, dalam proses pendaftaran akun, langkah-langkah seperti pengisian formulir, verifikasi email, dan pembuatan kata sandi dapat dikelompokkan secara berurutan untuk membentuk pengalaman yang terstruktur dan mudah diikuti.
Penggunaan teknik grouping ini membantu pengguna dalam memahami struktur dan relasi antara elemen-elemen dalam tampilan. Dengan menggunakan teknik yang tepat, kamu sebagai desainer UI/UX dapat menciptakan tampilan yang lebih teratur, mudah digunakan, dan efisien bagi pengguna.
Baca juga: 3 Tahap Lengkap Cara Membuat Desain Interface di Visio
3 Hukum Pengelompokan Gestalt
Dalam dunia UI/UX Design ini juga ada namanya “Hukum Pengelompokan Gestalt” atau yang lebih sering dikenal dalam bahasa Inggris “Gestalt Laws of Grouping”. Hukum pengelompokkan ini juga gak jauh-jauh bahasannya dari teknik grouping atau mungkin bisa dibilang hukum ini lah yang mendasari teknik grouping di atas tadi.
Nah di sini, MinDi cuma mau bahas tiga Hukum Gestalt yang khusus untuk pengelompokan visual dan bagaimana kaitannya dengan desain UI.
1. Law of Proximity
Hukum ini menyatakan kalau ada elemen yang ditempatkan deketan, kita bakal anggap itu kelompok yang sama. Jadi, misalnya ada beberapa tombol atau menu yang disusun berdekatan, kita cenderung langsung melihatnya sebagai satu grup atau kelompok yang nyambung. Maka dari itu, penting banget nih buat naruh elemen yang serumpun berdekatan agar mudah dipahami.
2. Law of Similarity
Hukum ini berbicara tentang persepsi kita terhadap elemen-elemen yang memiliki atribut visual seperti warna, bentuk, atau ukuran yang sama, kita cenderung langsung anggap elemen-elemen itu satu kelompok. Misalnya, kalau ada beberapa kotak dengan warna yang sama atau ikon yang mirip, kita bakal langsung menganggap itu kelompok yang sama atau punya fungsi yang serupa.
3. Law of Common Region
Hukum ini berfokus pada pengelompokan elemen-elemen berdasarkan adanya wilayah bersama atau ruang yang terbagi dalam suatu tampilan. Kalau ada elemen yang dikelompokkan dalam satu wilayah atau area yang terpisah, kita langsung anggap itu kelompok tersendiri dengan makna atau fungsi tertentu.
Dengan memanfaatkan ketiga hukum pengelompokan Gestalt ini, desainer UI dapat menciptakan tampilan yang terstruktur dan mudah dipahami oleh pengguna. Pengguna akan lebih mudah menemukan pola, mengenali kelompok-kelompok informasi, dan berinteraksi dengan antarmuka dengan lebih efisien.
Contoh Grouping di Website
Biar makin jelas, MinDi coba kasih kamu contoh grouping yang dipakai oleh aplikasi-aplikasi website yang ada di internet. Misalkan nih di website Twitter. Ada beberapa cara mereka mengatur tampilan elemen-elemen agar terlihat rapi dan mudah digunakan. Coba nih kamu perhatiin apa yang bikin Twitter enak dipakai:
Dibimbing.id - Contoh Grouping pada Twitter Website
Pertama, visual proximity di halaman utama Twitter. Kalau kamu buka Twitter, kamu melihat tweet-tweetnya yang dikumpulkan deket-deketan. Dibuat seperti itu tujuannya biar keliatan kalau tweet-tweet itu ada hubungannya. Jadi kalau ada yang nge-Tweet tentang topik yang sama, mereka bakal terletak di kelompok yang sama.
Lalu kamu pasti sering melihat tombol-tombol aksi seperti "Retweet", "Like", dan "Reply" di Twitter ‘kan? Nah, ketiga tombol ini dikelompokkan bareng di bawah tiap-tiap tweet dan ini yang dimaksud teknik semantic grouping. Jadi kelihatan kalau mereka punya fungsi yang sama. Ini dibuat seragam supaya pengguna bisa nyari tombol yang mau dipakai dengan lebih mudah.
Selanjutnya, sequential grouping di halaman profil pengguna Twitter. Kalau kamu lihat profil orang di Twitter, informasi-informasi dan aktivitasnya disusun berurutan yang masuk akal. Misalnya, fotonya dan biodatanya diletakkan di atas, terus baru tweet-tweet terbarunya, juga info-info statistik kayak jumlah pengikut dan jumlah yang dia follow.
Terakhir, visual similarity di Twitter juga bisa kamu temukan dalam pengelompokkan elemen-elemennya seperti tombol, ikon, dan warnanya yang menunjukkan keseragaman di seluruh situsnya. Jadi kamu bakal lebih mudah mengerti kalau elemen yang serupa seperti itu punya fungsi dan tindakan yang sama di banyak tempat.
Dengan teknik-teknik grouping seperti ini, Twitter bikin tampilan situsnya jadi lebih mudah buat pengguna nyari informasi, interaksi sama kontennya, dan ngerti mana yang lebih penting. Pokoknya bikin pengalaman pengguna Twitter jadi lebih enak dan gak ribet deh!
Penggunaan grouping yang tepat oleh UI/UX Designer bisa membantu pengguna dalam memproses informasi dengan lebih efisien, mengurangi kebingungan, dan memudahkan navigasi dan interaksi. Hal ini bisa meningkatkan kepuasan pengguna, memperbaiki usability, dan menciptakan pengalaman yang lebih intuitif dan terarah.
MinDi bantu kamu lebih terarah lagi deh, selain dengan teknik grouping, ada juga Bootcamp UI/UX Designer yang bisa bantu kamu mengarahkan jenjang karir sebagai UI/UX Designer menjadi lebih profesional. Klik di sini untuk mendaftarkan diri kamu dan dapatkan e-materi, portofolio, dan pembelajaran daring efektif selama 5,5 bulan.
Tags