Manual Testing: Definisi, Proses, Kelebihan, dan Kekurangan

Irhan Hisyam Dwi Nugroho
•
14 April 2025
•
440

Manual testing adalah metode pengujian perangkat lunak di mana penguji langsung menjalankan aplikasi untuk mencari bug atau masalah. Warga Bimbingan, meskipun otomatisasi semakin populer, manual testing tetap penting.
Metode ini memungkinkan penguji mengevaluasi aplikasi secara langsung tanpa skrip atau alat otomatis, meskipun memakan lebih banyak waktu.
MinDi akan membahas lebih lanjut tentang manual testing, termasuk proses, kelebihan, kekurangan, dan kapan metode ini lebih efektif digunakan. Yuk, simak terus!
Baca juga : Panduan Memilih Bootcamp Quality Assurance Terbaik 2025
Apa Itu Manual Testing?
Manual testing adalah proses pengujian perangkat lunak di mana penguji secara langsung menjalankan aplikasi tanpa menggunakan alat otomatis.
Penguji akan memeriksa fungsionalitas aplikasi, mencari bug, dan memastikan aplikasi berjalan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.
Metode ini memungkinkan penguji untuk mengevaluasi pengalaman pengguna secara langsung, serta mengeksplorasi potensi masalah yang mungkin tidak terdeteksi oleh alat otomatis.
Meskipun lebih memakan waktu, manual testing sangat berguna untuk pengujian fungsionalitas dan aplikasi dengan kebutuhan spesifik yang sulit diuji secara otomatis.
Baca juga : Software Quality Assurance Adalah: Arti, Tujuan, dan Proses
Proses Manual Testing
Sumber: Canva
Warga Bimbingan, setelah tahu apa itu manual testing, sekarang saatnya MinDi ajak kamu ngintip langkah-langkah prosesnya. Yuk, kita mulai!
1. Perencanaan Pengujian
Langkah pertama dalam manual testing adalah perencanaan pengujian, di mana tester mempersiapkan skenario pengujian berdasarkan persyaratan aplikasi.
Penguji harus memahami kebutuhan dan tujuan aplikasi untuk menentukan jenis pengujian yang diperlukan.
Rencana pengujian ini akan mencakup semua aspek yang harus diuji dan jadwal pelaksanaannya.
2. Menyusun Test Case
Test case adalah serangkaian langkah yang harus dijalankan oleh penguji untuk memverifikasi fungsionalitas aplikasi.
Setiap test case mencakup input yang digunakan, langkah-langkah yang harus diikuti, dan hasil yang diharapkan.
Penyusunan test case yang baik membantu memastikan pengujian dilakukan secara menyeluruh dan konsisten.
3. Eksekusi Pengujian
Pada tahap ini, penguji akan menjalankan aplikasi sesuai dengan test case yang telah disusun sebelumnya.
Selama pengujian, penguji akan memeriksa apakah aplikasi berfungsi sesuai dengan yang diharapkan dan mencatat setiap bug atau masalah yang ditemukan.
Proses ini membutuhkan perhatian terhadap detail dan kemampuan untuk mengeksplorasi aplikasi secara mendalam.
4. Pelaporan Hasil
Setelah pengujian selesai, penguji akan membuat laporan hasil pengujian yang mencakup temuan, bug, dan masalah yang ditemukan selama pengujian.
Laporan ini akan diserahkan kepada tim pengembangan untuk diperbaiki. Pelaporan yang jelas dan terstruktur membantu tim pengembangan memahami masalah yang ada dan segera melakukan perbaikan.
Baca juga : Software Testing Automation: Manfaat, Cara Kerja, & Tools
Kelebihan dan Kekurangan Manual Testing
Sumber: Canva
Udah paham proses manual testing, kan? Sekarang waktunya MinDi ajak kamu bahas sisi plus dan minus dari metode ini. Catat baik-baik ya!
1. Kelebihan Manual Testing
Manual testing memiliki kelebihan dalam fleksibilitas dan kemampuan untuk menangani pengujian aplikasi yang kompleks.
Penguji dapat secara langsung mengeksplorasi aplikasi, merasakan pengalaman pengguna, dan mendeteksi masalah yang mungkin tidak terdeteksi oleh alat otomatis.
Hal ini sangat berguna untuk aplikasi dengan fungsionalitas yang berubah secara cepat atau aplikasi yang membutuhkan penilaian pengalaman pengguna secara langsung.
- Lebih fleksibel untuk aplikasi dengan perubahan cepat
- Pengujian pengalaman pengguna yang lebih mendalam
- Mendeteksi masalah yang tidak bisa ditangani otomatisasi
- Tidak membutuhkan alat atau skrip tambahan
2. Kekurangan Manual Testing
Namun, manual testing juga memiliki beberapa kekurangan, terutama dalam hal efisiensi dan biaya.
Pengujian manual membutuhkan waktu yang lebih lama, apalagi untuk pengujian berulang. Selain itu, pengujian ini rentan terhadap kesalahan manusia, yang dapat mempengaruhi konsistensi hasil.
Kekurangan lainnya adalah kesulitan dalam menangani aplikasi besar atau proyek dengan banyak pengujian regresi.
- Memakan waktu lebih lama untuk pengujian berulang
- Rentan terhadap kesalahan manusia
- Tidak efisien untuk aplikasi besar dengan banyak regresi
- Memerlukan lebih banyak sumber daya dan biaya operasional
Baca juga : Apa Itu QA Tester? Jenis, Skill, dan Cara Memulai Karier
Jenis-jenis Manual Testing
Sumber: Canva
Warga Bimbingan, setelah tahu plus-minusnya manual testing, sekarang MinDi mau ajak kamu kenalan sama tujuh jenis manual testing yang sering dipakai. Yuk, kita bahas satu per satu!
1. Black-Box Testing
Black-box testing berfokus pada pengujian aplikasi dari sudut pandang pengguna akhir. Penguji hanya melihat input dan output aplikasi tanpa mengetahui struktur kode internalnya.
Jenis pengujian ini membantu memastikan aplikasi berfungsi sesuai dengan spesifikasi tanpa mempedulikan bagaimana aplikasi bekerja di dalam.
2. White-Box Testing
White-box testing adalah pengujian yang menguji fungsionalitas dan keamanan aplikasi dengan mengetahui kode sumber dan struktur internalnya.
Pengujian ini dilakukan oleh pengembang atau profesional QA yang memahami bagaimana aplikasi bekerja di balik layar. Fokusnya adalah memastikan logika dan alur program bekerja sesuai yang diharapkan.
3. Unit Testing
Unit testing berfokus pada pengujian bagian kecil dari aplikasi, seperti fungsi atau metode individu. Pengujian ini memastikan bahwa setiap unit bekerja sesuai dengan tujuan yang diinginkan sebelum digabungkan dengan bagian lainnya.
Biasanya, unit testing dilakukan oleh pengembang untuk memverifikasi bahwa kode individu bebas dari bug.
4. Integration Testing
Integration testing menguji bagaimana dua atau lebih komponen aplikasi berinteraksi dan bekerja bersama.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa antarmuka antara modul-modul aplikasi berfungsi dengan baik dan data dapat berpindah antar bagian aplikasi dengan lancar.
Pengujian ini memastikan bahwa aplikasi dapat berfungsi sebagai satu kesatuan setelah integrasi komponen-komponen terpisah.
5. System Testing
System testing dilakukan setelah unit testing dan integration testing selesai, dengan tujuan menguji aplikasi secara menyeluruh.
Pengujian ini memeriksa apakah aplikasi bekerja dengan baik dalam lingkungan end-to-end, menguji setiap bagian dari aplikasi untuk memastikan semuanya berfungsi bersama-sama. Ini adalah pengujian akhir sebelum perangkat lunak dikirim ke pengguna.
6. Usability Testing
Usability testing mengumpulkan umpan balik langsung dari pengguna tanpa pengetahuan sebelumnya tentang aplikasi.
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengevaluasi desain, fungsionalitas, dan kemudahan penggunaan aplikasi.
Penguji melihat bagaimana pengguna berinteraksi dengan aplikasi dan mengidentifikasi area yang mungkin membingungkan atau sulit digunakan.
7. User Acceptance Testing
User Acceptance Testing (UAT) dilakukan untuk memastikan bahwa aplikasi memenuhi kebutuhan dan persyaratan pengguna sebelum dirilis.
Pengguna akhir yang potensial diminta untuk memverifikasi apakah aplikasi berfungsi sesuai dengan desain dan spesifikasi awal.
UAT sering dilakukan tepat sebelum aplikasi diluncurkan ke publik, untuk memastikan aplikasi siap digunakan oleh pelanggan.
Kapan Manual Testing Diperlukan?
Sumber: Canva
Nah, setelah bahas jenis-jenisnya, MinDi bakal jelasin kapan manual testing lebih cocok dipakai dibanding metode lain. Yuk, cek bareng-bareng!
1. Anggaran Terbatas
Manual testing lebih hemat biaya karena tidak memerlukan alat otomatisasi. Pengujian manual bisa dilakukan dengan sumber daya terbatas, cocok untuk proyek dengan anggaran kecil. Ini membuatnya lebih efisien untuk proyek dengan sumber daya terbatas.
2. Aplikasi dengan Fitur Sering Berubah
Aplikasi yang sering diperbarui membutuhkan pengujian yang fleksibel. Manual testing memungkinkan pengujian cepat tanpa harus mengubah skrip otomatis. Hal ini mempermudah pengujian perubahan fitur atau pembaruan aplikasi.
3. UI yang Kompleks
Aplikasi dengan antarmuka pengguna yang rumit lebih baik diuji secara manual. Pengujian manual memungkinkan evaluasi langsung terhadap pengalaman pengguna dan desain UI. Ini membantu mendeteksi masalah desain yang sulit ditangani otomatisasi.
4. Aplikasi Skala Kecil
Aplikasi kecil atau proyek dengan sedikit fitur lebih efisien diuji secara manual. Pengujian otomatis bisa rumit dan memakan waktu untuk proyek kecil. Manual testing lebih praktis dan cepat dilakukan pada aplikasi dengan skala kecil.
Yuk, Ikuti Bootcamp Quality Assurance!
Setelah mempelajari kapan manual testing diperlukan, saatnya kamu memperdalam keterampilan di dunia Quality Assurance!
Di Bootcamp Quality Assurance di dibimbing.id, kamu akan belajar langsung dari mentor berpengalaman, menguasai teknik pengujian manual dan otomatisasi, serta mempersiapkan diri untuk karier di industri QA.
Dengan lebih dari 840+ hiring partner dan tingkat keberhasilan alumni 95%, peluang kariermu semakin terbuka lebar!
Jadi, tunggu apa lagi? Daftar sekarang di sini dan mulai perjalananmu menjadi profesional Quality Assurance! #BimbingSampeJadi!
Referensi
- Manual Testing Tutorial for Beginners [Buka]
Tags

Irhan Hisyam Dwi Nugroho
Irhan Hisyam Dwi Nugroho is an SEO Specialist and Content Writer with 4 years of experience in optimizing websites and writing relevant content for various brands and industries. Currently, I also work as a Content Writer at Dibimbing.id and actively share content about technology, SEO, and digital marketing through various platforms.